Minggu, 30 Agustus 2015

Review Sunless Sea - Menjelajah Lautan Tanpa Surya

Tiada kata-kata yang bisa diucapkan selain ekspresi senyum haru ketika para kru kapal berteriak "lihat, itu cahaya dari Fallen London!".
Itu yang saya rasakan ketika memainkan Sunless Sea. Berbulan-bulan mengarungi lautan gelap nan misterius, teror monster laut selalu menghantui para kru, keputusan sang kapten mutlak dibutuhkan walaupun terkadang harus mengesampingkan moral kita sebagai manusia. Mengorbankan nyawa beberapa kru kapal agar mendapat sedikit fuel atau supply agar bisa pulang ke Fallen London, kota dimana kamu tinggal. Ketika kita jauh dari rumah, ingin rasanya kembali pulang, ketika sudah di rumah, ingin rasanya meninggalkannya. Sepertinya pepatah lawas ini benar adanya, setidaknya di game adventure besutan developer indie yang bernama Failbetter Games ini. Ya, Fallen London memberikan kesan rindu yang mendalam. Disana tempat kita merasa aman, jauh dari teror monster dan tentunya harga fuel dan supply yang bisa dibilang terjangkau. Bagaimana dengan ambisimu untuk menjadi petualang, kapten yang kaya raya atau mencari jejak leluhurmu? Sangat sulit untuk tidak meninggalkan kota tercinta kita Fallen London..

Membuat pesimis sekaligus tertantang.

Sunless Sea bukan merupakan game yang terbilang mudah, sesering mungkin saya memainkannya berkali-kali juga harus mengulang dari awal oleh karena kehilangan seluruh kru kapal. Yang menarik adalah ancaman yang kentara malah bukan dari kapal pembajak atau monster yang kasat mata, melainkan "sesuatu" yang menarik kru satu persatu tenggelam di kedalaman laut yang gelap. Apakah "sesuatu" itu? Sampai tulisan ini dibuat, saya masih belum pasti tahu siapa di balik serangan misterius nan mematikan tersebut, apakah monster? Apakah kekuatan tak kasat mata? Semua berujung pada spekulasi oleh siapa yang memainkannya..

I found clue, a tentacle that's it? Kraken maybe?

Masih seputar sosok misterius yang selalu menggagalkan pelayaran saya mengekspos map di Unless Sea yang begitu luas. Yap, muncul gambar tentakel beserta penjelasan bahwa tentakel tersebut muncul dari laut, mengitari seorang kru, hening dan menghilang begitu saja bersama salah satu kru. Apakah kraken yang ternyata menguasai seluruh lautan ini? Unless Sea sukses membawa atmosfer kelam nan mencekam penuh teror dari kedalaman laut yang membuat kita selalu waspada walaupun sama sekali tidak menggunakan voice acting.
Seperti game-game pada umumnya uang merupakan sesuatu yang sangat berharga. Dengan uang, kamu bisa membeli kapal baru yang lebih kuat, memodifikasinya, membeli fuel dan supply untuk kelangsungan hidup dan perjalananmu dan yang menarik sekaligus membuat depresi adalah di Unless Sea, uang bukanlah komoditas yang mudah untuk didapatkan. Kamu akan berlayar mencari pulau-pulau baru, mendapatkan laporan tentang pulau itu dan kembali ke Fallen London untuk mendapatkan sedikit uang dan fuel/supply gratis sebagai upah dari jasamu.
Membosankan? Tidak, dunia lautan zee cukup luas dan dengan desain pulau-pulau yang menarik dan berbeda satu sama lain berhasil membuat rasa penasaran saya seperti tak terobati.

Welcome to the Fallen London!

 Lampu sorot pada kapal adalah satu-satunya "teman".

Desain pulau yang menarik cukup mengurangi rasa depresi.

Jika fuel/supply menipis, jangan segan untuk berlabuh di pulau baru, walaupun sebagian pulau sama sekali tidak menjual komoditas yang sangat kita perlukan.

Tidak ingin melawan monster? Cukup matikan lampu, jaga jarak dan menjauh, kamu akan selamat.

Semakin kuat musuh yang berhasil kamu tenggelamkan, semakin berharga pula item yang akan kamu dapatkan.

Satu-satunya pulau yang memiliki cahaya matahari.

Pemandangan yang akan semakin terasa akrab.

Holly #$%@ !

Untuk ukuran developer indie, Failbetter Games terbilang cukup sukses dengan Unless Sea-nya. Game bertema adventure dengan nuansa kelam, misterius, penuh teror dan menyisipkan monster mitologi membuat game ini patut untuk di mainkan. Bagaimana dengan anda? Sudah siap untuk menguak semua misteri yang ada di lautan tanpa surya ini?

Sabtu, 29 Agustus 2015

Review Assassin's Creed: Rogue - Kisah Sang Pembelot

Assassin's Creed, salah satu franchise andalan Ubisoft ini bisa dikatakan rajin mengeluarkan seri-seri terbaru tiap tahunnya. Untuk tahun 2014 Ubisoft merilis 2 judul sekaligus yakni Assassin's Creed: Unity dan Assassin's Creed: Rogue. Kedua game tersebut memiliki plot cerita dan kualitas grafis yang berbeda. Untuk  judul Assassin's Creed: Unity bercerita seputar Revolusi Perancis dan di fokuskan untuk konsol next gen, sedangkan Assassin's Creed: Rogue memiliki pendekatan cerita yang bisa dikatakan  berbeda dengan seri-seri AC sebelumnya, konflik dalam tubuh Assassin itu sendiri. Dari segi grafis, AC: Rogue tidak adil bila dibandingkan dengan "saudara kembarnya" AC: Unity. Memang, AC: Rogue diproduksi untuk konsol game generasi sebelumnya. So, that's good news bagi gamer PS3, XBOX 360 dan PC (low-mid).

 Tanpa eagle vision, Cormac akan sulit mengetahui keberadaan assassin yang bersembunyi.

Dalam seri-seri AC terdapat plot klasik yakni para Assassin yang memburu para Templar guna mencegah mereka untuk menguasai dunia. Apakah Templar itu memang sepenuhnya jahat? Pertanyaan tersebut segera terjawab di AC: Rogue, adalah Shay Patrick Cormac seorang aset bertalenta assassin yang akhirnya membelot dan bergabung bersama templar. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Cormac memutuskan bergabung bersama Templar? Dan lagi-lagi semua tanda tanya itu segera terjawab setelah kamu memainkan Assassin's Creed: Rogue. :)

 Menjelajahi dinginnya kutub utara, ganasnya ombak dan brutalnya frigate musuh. "Full sail I say! Full sail!!"

Setelah suksesnya seri Assassin's Creed IV: Black Flag, sepertinya Ubisoft enggan meninggalkan konsep "bajak laut" begitu saja pada game terbarunya. Ya! Di Assassin's Creed: Rogue, kamu akan bisa menjelajah lautan, merompak kapal musuh, membangun armada lewat misi Naval Campaign dan tentu saja berburu ikan hiu ataupun ikan paus bersama Morrigan, kapal milik Cormac. Yang menarik dari seri ini adalah setting yang diambil adalah di daerah Eropa Utara yang terkenal sangat dingin. Cormac tidak akan bisa menyelam mencari chest seperti yang dilakukan Kenway di AC IV: Black Flag. That is make sense, mengingat suhu lautan kutub sangat berbeda dengan suhu lautan tropis.

 Gundukan es yang membeku juga berguna ketika Morrigan berhadapan dengan kapal-kapal kelas gunboat atau schooner. Cukup tembak es beku tersebut and see what happens. :)

Pertempuran laut yang epic, teriakan sang kapten Cormac dan para kru-nya merupakan "bumbu" yang membuat game ini menjadi sangat adiktif. Masih seperti seri AC IV: Black Flag, Morrigan juga bisa di upgrade mulai dari daya tahan terhadap serangan meriam musuh, daya hancur mortar dan meriam, fire barrel dan harpoons, tentu saja untuk berburu ikan yang lebih ganas.

 Pertempuran laut yang seru. Shoot the Frigate ship, why not?

With fully upgrades and good strategy, Morrigan become unbeaten ship in the AC: Rogue world!

 Pemandangan kota London abad 18.

Tak hanya dilautan, AC: Rogue juga menyuguhkan beragam qust mission seperti melindungi tokoh templar dari serangan para assassin yang datang secara tiba-tiba. Beragam collectible yang tersebar, membuat gamer betah berjam-jam di depan layar monitor hanya untuk mengumpulkan chest, shanty (lagu untuk kru kapal), relic, peta harta karun dan masih banyak lagi.
What the *%$# !

Memang yang selalu menarik dari franchise Assassin's Creed adalah di segi cerita. AC: Rogue merupakan penghubung antara AC III dengan AC IV: Black Flag. So, masuk akal jika Haytham Kenway hadir lagi pada seri ini. Dengan kualitas grafis dan gameplay yang tidak begitu berbeda dengan AC IV: Black Flag, memang AC: Rogue masih kalah dibanding saudaranya AC: Unity. Tapi dengan racikan plot cerita yang berbeda dari biasanya ini menjadikan AC: Rogue memiliki nilai jual tersendiri. Bagaimana dengan anda? Apakah sudah bosan memburu templar?