Minggu, 06 September 2015

Review Resident Evil: Revelations


Jika berbicara tentang genre survival horror, wajar bila ingatan kita tertuju pada salah satu franchise andalan Capcom yang berhasil mencapai kejayaannya pada masa lalu. Benar, kita tengah membicarakan franchise raksasa Resident Evil. Kolaborasi action, survival, puzzle, plot yang menarik yang dibumbui dengan horror, Resident Evil berhasil menjadi "raksasa" pada genre tersebut. Saking terkenalnya, franchise ini menarik perhatian hollywood untuk memproduksi versi layar lebarnya walaupun hasilnya boleh dibilang mengecewakan dan mencederai nama besar franchise yang telah dilahirkan Capcom ini.
Franchise yang banyak digandrungi para gamer ini sepertinya mulai meninggalakan genre survival horror yang telah membesarkan namanya, terlebih setelah munculnya seri Resident Evil 6 yang bernuansa action tak ubahnya game-game lain dan menenggelamkan karakteristik Resident Evil itu sendiri. Amunisi dan obat-obatan yang begitu melimpah, sistem kontrol yang memungkinkan karakter utama untuk melakukan banyak aksi, munculnya jenis zombie baru "j'avo", yang malah kelihatan seperti tentara yang terlatih dan hampir dihilangkannya puzzle, membuat Resident Evil 6 mendapat banyak kritik dari para fansnya sendiri.
Di tahun 2012 dimana Resident Evil 6 dirilis, ternyata Capcom juga merilis Resident Evil: Revelations, game eksklusif untuk Nintendo 3DS. Dari gameplay, atmosfer dan "cita rasa Resident Evil-nya", membuat seri Resident Evil: Revelations ini banyak mendapat tanggapan positif sangat bertolak belakang dengan seri Resident Evil 6. Malah ada gamer yang berasumsi bahwa Resident Evil: Revelations Nintendo 3DS lebih baik daripada Resident Evil 6 yang dirilis untuk PS3, XBOX360 dan PC yang kenyataannya kualitas grafis pada dua seri tersebut beda kelas. Bagaimana bisa seri RE Nintendo 3DS dapat mengalahkan seri RE next-gen(pada zamannya)? Jawabannya simpel, seri RE pada Nintendo 3DS masih mempertahankan kesan survival horror, dan kesan itu yang selama ini dirindukan oleh banyak fans Resident Evil. Mengetahui kenyataan tersebut, Capcom memutuskan untuk merilis Resident Evil: Revelations HD untuk multi platform yang berarti memperbaiki kualitas grafis agar bisa bersanding dengan game-game PS3/XBOX360 lainnya. I think that is a good choice..

Plot
Resident Evil: Revelations HD(judul resmi) ini memiliki cerita sesudah Resident Evil 4 dan sebelum Resident Evil 5 dimana terdapat kota lepas pantai fituristik bernama Terragrigia yang memanfaatkan solar system sebagai sumber energi untuk seluruh kota. Karena kemajuan teknologi dan sistem keamanannya, tak ayal kota ini menjelma menjadi kota impian, tidak setelah organisasi teroris yang menamakan dirinya Veltro melancarkan serangan bio-terrorism dan menjadikan kota impian ini tak ubahnya Racoon City ke dua. Akibat kemunculan Hunter(sebutan untuk B.O.W jenis kadal) yang seperti tiada habisnya dan minimnya probabilitas untuk mempertahankan, pemerintah pusat memutuskan untuk meluluh-lantahkan seluruh penjuru Terragrigia menggunakan satelit yang sebelumnya sebagai tumpuan sumber energi di kota itu. I mean it's a solar beam! Krisis ini menarik perhatian organisasi multinasional BSAA (Bio-terrorism Security Assessment Alliance) turun tangan guna memburu B.O.W(Bio-Organic Weapon), melacak markas Veltro dan menghentikan terornya. Adalah Jill Valentine dan Chris Redfield sang ujung tombak BSAA yang tanpa disadari membuat mereka berada dalam lingkaran konspirasi yang besar..

Terragrigia, kota terapung yang indah, futuristik nan damai.

Serangan B.O.W diseluruh penjuru kota, membuat pemerintah pusat tak punya opsi selain...

 Gameplay
sistem kamera ala Third Person Shooter pada seri Resident Evil 4 yang revolusioner kala itu memang menjadi pengalaman tersendiri sekaligus berpotensi menjadikannya game action. Lantas bagaimana pihak Capcom meracik gameplay TPS agar tetap berkarakter Resident Evil dan beda dengan game action lainnya? di Resident Evil: Revelations ini anda tidak akan menemukan aksi berguling-guling atau menembak sambil berbaring dan berlari kencang/dash layaknya di Resident Evil 6. Dengan kamera berada pundak karakter ketika aim membuat kita nyaman dalam membidik musuh. Lalu bagaimana dengan evade dan melee attack? Seperti seri-seri sebelumnya, melee attack hanya bisa digunakan ketika musuh berada dalam keadaan stunt, dan untuk evade disini sedikit sulit karena mengharuskan timing yang tepat dan tidak ada tombol khusus untuk evade.
Dan ingat, Resident Evil: Revelations tidak akan memanjakan anda dengan amunisi atau green herb yang melimpah, jika bertemu monster/zombie yang berHP besar, sangat disarankan untuk memanfaatkan environment disekitar area seperti tabung gas yang bisa meledak jika terkena peluru dan kejar-kejaran adalah hal yang wajib jika anda tidak ingin akrab dengan tulisan "you are dead" dilayar.
Seiring terbukanya area baru, anda akan berpotensi untuk menghadapi musuh yang semakin kuat. Anda dapat meng-custom senjata dengan custom parts yang bisa anda temukan di sepanjang permainan. Terdapat berbagai macam custom parts yang bisa anda temukan mulai dari custom parts untuk mengubah firing mode, penigkatan kapasitas peluru, damage dan masih banyak lagi.
Salah satu yang menarik di Resident Evil: Revelations ini adalah adanya fitur baru yang disebut Genessis. Mesin pencari ini memungkinkan anda untuk menemukan resource yang tidak kasat mata.

Butuh kurang lebih 10 peluru handgun untuk melumpuhkan satu ancaman ini.

Custom Parts yang masuk kategori langka dapat meningkatkan damage/reload speed/ammo capacity secara signifikan.

 Beragamnya Custom Parts yang ditemukan, membuat kita harus menentukan "siapa" senjata yang akan sering kita gunakan.


Puzzle seperti gambar diatas memang mudah untuk dipecahkan. Tapi bagaimana jika ada monster di samping anda yang mengharuskan anda untuk dapat menyelesaikan puzzle ini secepat mungkin?

Tampilan kamera pada mesin pencari "Genessis".
 
Misi menyelam merupakan suatu terobosan baru di dunia Resident Evil.

Kualitas Grafis
Walaupun Resident Evil: Revelations muncul perdana pada Nintendo 3DS yang merupakan konsol handheld dengan resolusi 320 x 240, Capcom berhasil membuat versi HD-nya dengan cukup bagus dan bisa bersanding dengan game-game PS3/XBOX360. Selain dari sisi pencahayaan yang baik, tekstur dari karatker utama juga terlihat detail. Good job Capcom!

Rute yang berujung pertigaan seperti ini sering kali membuat was-was.

Gear yang dipakai karakter utama terlihat cukup detail.

Kesimpulan
Ketika mendengar kabar bahwa seri ini masih belum bisa memenuhi apa yg diinginkan fans RE, saya jadi bertanya-tanya, sebanarnya apa yang mereka inginkan? Kontrol karakter yang seperti tank-kah? Grafis yang kotak-kotak ala PS1? Zombie yang pasif? Cerita yang hanya seputar Racoon City Incident-kah? Atau mungkin dibenak mereka sudah terpatri bahwa tidak akan pernah ada lagi seri Resident Evil yang sebagus Resident Evil PS1? Bagi anda fans Resident Evil open minded yang sempat kecewa setelah kemunculan Resident Evil 6 karena terlalu action, sangat dianjurkan untuk memainkan seri Revelations ini.

Chris Redfield and Jill Valentine.

Rabu, 02 September 2015

Review Resident Evil: Revelations 2


Keterbatasan amunisi, memecahkan puzzle, menguak kebenaran dibalik tragedi apa yang sedang terjadi, semua itu terasa kita tak ubahnya manusia biasa yang rentan dengan ancaman, ketika ternyata tempat yang kita pijak penuh dengan zombie, monster dan mutant yang selalu menunggu kedatangan kita.
Resident Evil: Revelations sukses mengobati kekecewaan para fans RE yang dirasa seri-seri terbaru Resident Evil sudah melenceng dari pakemnya terlebih saat di rilisnya seri Resident Evil 6 yang begitu sarat dengan nuansa action. Setelah banyak menuai tanggapan positif dari para fans, Capcom selaku developer merilis seri terbaru dari Revelations, Resident Evil: Revelations 2. Apa hal baru yang ditawarkan pada seri ini? Apakah Revelations 2 masih mempertahankan nuansa survival-horror ala RE PS1?

Karakter Pendukung Yang Menjadi Peran Utama
Fans RE mana yang tak kenal dengan sosok Jill Valentine, Chris Redfield, Leon Scott Kennedy, Ada Wong, Claire Redfield dan Barry Burton? Capcom memang berhasil menciptakan tokoh-tokoh yang sangat memorable lewat latar belakang, kepribadiannya dan karakteristiknya.
Untuk dua nama tokoh diatas, dari seri-seri RE sebelumnya mereka kurang mendapatkan "jatah" menjadi tokoh utama dan lagi peran mereka sekedar "menemani" sang pahlawan dalam menyelesaikan tugas. Capcom mengerti akan ketimpangan tersebut dan akan menebusnya pada seri Resident Evil: Revelations 2 ini.
Ya! Tokoh utama yang akan kita mainkan pada RE: Revelations 2 ini adalah karakter lawas Claire Redfield dan Barry Burton. Siapa sih Barry Burton itu? Bagi anda yang belum mengenalnya, ada baiknya memainkan kembali Resident Evil 1.

Claire Redfield on Resident Evil: Revelations 2.

Sepertinya karakter wanita yang memiliki kemampuan fire arm expert masih berada di genggaman Jill Valentine dan Ada Wong. Lalu bagaimana dengan Claire Redfield? Karena kemampuan akademis yang dimiliki, Claire lebih fokus merawat para korban bio-terorisme lewat wadah yang bernama Terra Save. Claire bukanlah karakter lemah yang sama sekali tidak mempunyai pengalaman gun-fighting dan survival, sang kakak Chris Redfield yang merupakan anggota S.T.A.R.S Alpha Team dan pentolan BSAA mengajarinya teknik hand-to-hand combat dan penggunaan senjata api. Hal itu dibuktikan lewat aksinya pada seri Resident Evil: Code Veronica.

Moira Burton, sang newbie with deadly mouth!

Mengapa saya menyebutnya pemula yang mempunyai mulut mematikan? Selama kisah petualangannya (lebih spesifiknya misi melarikan diri) bersama Claire, selama itu pula anda akan selalu mendengar strong language yang terlontar dari bibir wanita cantik ini. Masa kecil yang suram menjadi alasan kuat mengapa Moira kehilangan sensor pada kata-kata yang diucapkannya. Selain masa suram diwaktu kecil, ada alasan lain mengapa Moira memiliki kepribadian seperti itu. Yeah, she is Barry daughter!

Barry Burton, dengan tampilan barunya yang semakin sangar.

Adalah kabar gembira ketika Barry yang pada seri RE 1 menjadi "teman" Jill Valentine, kini mendapatkan porsi peran utama dalam RE: Revelations ini. Pengalamannya menghadapi bahaya, kemahiranya dalam penggunaan senjata api serta gaya bicaranya yang cenderung tanpa sensor ini membuatnya menjadi jagoan "baru" didunia RE. Bapak dari dua anak ini beraksi kembali setelah sebelumnya bertugas melatih para rekrutan muda sekaligus penasihat di BSAA. Mengetahui putrinya berada dalam bahaya, membuatnya kembali mengangkat senjata.
Demi sekedar ingin tahu kejesalan nasib putrinya yang selama enam bulan berada di pulau penuh monster, membuat Barry melakukan tidakan yang cukup nekat. Menghampiri pulau penuh monster tersebut tanpa pasukan atau partner. Dia melakukannya seorang diri! Berbekal handgun, assault rifle dan senjata andalannya yang diberi nama "Phyton", Barry siap menghadapi monster apapun dalam kondisi apapun demi menyelamatkan putri kesayangannya, Moira Burton.
Yang menarik dari karakter Barry adalah dia mempunyai senjata pamungkas. Sebuah magnum yang sudah dimodifikasi yang bernama Phyton ini mengingatkan saya pada Lighting Hawk, magnum milik Albert Wesker yang merupakan karakter antagonis setelah RE 1.

Natalia Korda, gadis cilik misterius yang ditemui Barry saat pertama mamijakkan kakinya di pulau dimana Moira berada.

Mencari jejak Moira di pulau yang cukup luas dengan sedikit petunjuk? Natalia adalah satu-satunya petunjuk dimana Moira berada yang ternyata mereka pernah bertemu. Siapa sebenarnya Natalia? Kenapa gadis cilik itu bisa bertahan hidup di pulau yang penuh dengan monster? Siapa sebenarnya dalang dibalik semua insiden ini?

 Sebuah pulau terasing yang menjadi setting utama Resident Evil: Revelations 2.

Terra Save, organisasi nirlaba yang memprioritaskan tugas mereka untuk menangani korban dari serangan bio-terorisme.

Pada awal game, kita akan disuguhi sinematik acara pesta yang dihadiri para anggota organisasi Terra Save termasuk Claire dan Moira. Untuk lebih jelasnya, Claire Redfield merupakan anggota senior dan Moira Burton yang adalah putri dari Barry Burton merupakan anggota baru pada organisasi. Tidak ada angin tidak ada hujan, gedung yang menjadi tempat acara tersebut secara tiba-tiba disergap oleh sekelompok pasukan. Apa tujuan sekelompok pasukan itu? Tidak lain tidak bukan, mereka menculik para anggota Terra Save termasuk Claire dan Moira. What is going on?

Suasana acara pesta yang seharusnya berlangsung damai, tak disangka berbuntut kekacauan.

 Dilihat dari penampilan dan gear yang terpakai, mereka bukan pasukan biasa.

Nuansa horror yang masih dipertahankan.

Mengawali cerita dengan penuh tanda tanya merupakan cara ampuh untuk memberikan rasa penasaran dan membuat kita bertanggung jawab menguak apa sebenarnya yang sedang terjadi.
Tanda tanya ini semakin di perparah dengan mulai sadarnya Claire yang berada di sel kotor dan terpasangnya gelang misterius pada tangannya.

Saling Melengkapi
Pada episode pertama, kamu akan berperan sebagai Claire dengan Moira dan Barry bersama Natalia. Memainkan karakter dua sekaligus? Ya, disaat kamu ingin menggunakan Moira, tekan tombol TAB (on PC version), maka perspektif yang sebelumnya ada pada Claire, akan berpindah ke Moira secara realtime selama permainan berlangsung sedangkan Claire akan digerakan oleh AI begitu juga dengan Barry dengan Natalia-nya. Tidak seperti RE 5 dan RE 6, Moira tidak akan mau memegang senjata oleh sebab trauma pada masa lalunya sedangkan Natalia, yang jelas dia masih sangat dibawah umur. Bukannya tidak berbekal apa-apa, Moira akan menggunakan linggis dan senter sebagai senjata utama. Senter yang digunakan Moira dapat mendeteksi item/amunisi yang tidak dapat dilihat Claire sekaligus berfungsi membuat membuat efek stunt pada afflicted yang sangat membantu Claire melancarkan melee attack demi menghemat resource. Untuk membuka box atau membuka pintu yang tersegel, Moira dapat mengatasinya dengan linggis, yang keduanya itu tidak bisa dilakukan bila menggunakan karakter Claire. Fair enough..
Natalia, gadis cilik misterius yang ditemui Barry pada awal permainan ini sama sekali tidak berbekal senjata, tetapi dia mempunyai kelebihan dapat melihat monster/afflicted dan item tersembunyi dari jarak jauh sehingga Barry dapat menghemat amunisi dengan melancarkan serangan stealth. The magic flashlight and the magic forefinger.. Fair enough again..

Item-item tersembunyi dapat ditemukan dengan senter milik Moira

Oleh karena kemampuannya mendeteksi ancaman, Natalia dapat melihat afflicted dari kejauhan bahkan yang berada di balik dinding sekalipun.

Kolaborasi Lebih Efektif
Tanpa memaksimalkan kemampuan yang dimiliki Moira ataupun Natalia, RE: Revelations 2 merupakan game yang bisa dibilang sulit. Para afflicted ini lebih agresif dari zombie biasa yang terkenal pasif, mereka bisa berjalan zig-zag, berlari dan melompat yang membuat kita tidak mudah melakukan head shoot. Selain itu ada juga monster yang tidak bisa mati jika kita tidak menembak tepat pada weak spot-nya yang ternyata monster tersebut bukanlah boss atau sub-boss melainkan monster reguler. Wow!
Peran Moira dan Natalia sangatlah dibutuhkan jika kamu ingin menghemat amunisi yang di RE: Revelations 2 ini tergolong barang yang langka. Moira dengan senternya dapat membuat monster berhenti sejenak karena efek stunt, kemudian secara otomatis Claire yang dikontrol AI melakukan melee. Setelah monster itu rubuh, barulah giliran Moira menghabisinya dengan crowbar miliknya. Berbeda dengan Natalia, dia akan memberitahu Barry dimana keberadaan monster beserta letak weak spot-nya, dua muntahan peluru shotgun tepat pada weak spot, cukup untuk melumpuhkan monster yang sulit mati tersebut.

Anda juga bisa mengupgrade skill guna memperkuat karakter yang anda mainkan.
Sekilas terlihat seperti game tetangga, last of us.

Kesimpulan
Keputusan Capcom melanjutkan seri Resident Evil: Revelations, memang tidakan strategis guna merangkul kembali fans RE yang sebagian besar dari mereka mengharapkan masih dipertahankannya genre survival horror ala RE klasik yang sempat punah pada seri RE 6. Dengan munculnya Barry beserta putrinya yang playable character membuat Resident Evil: Revelations 2 sangat sayang untuk di lewatkan.

Minggu, 30 Agustus 2015

Review Sunless Sea - Menjelajah Lautan Tanpa Surya

Tiada kata-kata yang bisa diucapkan selain ekspresi senyum haru ketika para kru kapal berteriak "lihat, itu cahaya dari Fallen London!".
Itu yang saya rasakan ketika memainkan Sunless Sea. Berbulan-bulan mengarungi lautan gelap nan misterius, teror monster laut selalu menghantui para kru, keputusan sang kapten mutlak dibutuhkan walaupun terkadang harus mengesampingkan moral kita sebagai manusia. Mengorbankan nyawa beberapa kru kapal agar mendapat sedikit fuel atau supply agar bisa pulang ke Fallen London, kota dimana kamu tinggal. Ketika kita jauh dari rumah, ingin rasanya kembali pulang, ketika sudah di rumah, ingin rasanya meninggalkannya. Sepertinya pepatah lawas ini benar adanya, setidaknya di game adventure besutan developer indie yang bernama Failbetter Games ini. Ya, Fallen London memberikan kesan rindu yang mendalam. Disana tempat kita merasa aman, jauh dari teror monster dan tentunya harga fuel dan supply yang bisa dibilang terjangkau. Bagaimana dengan ambisimu untuk menjadi petualang, kapten yang kaya raya atau mencari jejak leluhurmu? Sangat sulit untuk tidak meninggalkan kota tercinta kita Fallen London..

Membuat pesimis sekaligus tertantang.

Sunless Sea bukan merupakan game yang terbilang mudah, sesering mungkin saya memainkannya berkali-kali juga harus mengulang dari awal oleh karena kehilangan seluruh kru kapal. Yang menarik adalah ancaman yang kentara malah bukan dari kapal pembajak atau monster yang kasat mata, melainkan "sesuatu" yang menarik kru satu persatu tenggelam di kedalaman laut yang gelap. Apakah "sesuatu" itu? Sampai tulisan ini dibuat, saya masih belum pasti tahu siapa di balik serangan misterius nan mematikan tersebut, apakah monster? Apakah kekuatan tak kasat mata? Semua berujung pada spekulasi oleh siapa yang memainkannya..

I found clue, a tentacle that's it? Kraken maybe?

Masih seputar sosok misterius yang selalu menggagalkan pelayaran saya mengekspos map di Unless Sea yang begitu luas. Yap, muncul gambar tentakel beserta penjelasan bahwa tentakel tersebut muncul dari laut, mengitari seorang kru, hening dan menghilang begitu saja bersama salah satu kru. Apakah kraken yang ternyata menguasai seluruh lautan ini? Unless Sea sukses membawa atmosfer kelam nan mencekam penuh teror dari kedalaman laut yang membuat kita selalu waspada walaupun sama sekali tidak menggunakan voice acting.
Seperti game-game pada umumnya uang merupakan sesuatu yang sangat berharga. Dengan uang, kamu bisa membeli kapal baru yang lebih kuat, memodifikasinya, membeli fuel dan supply untuk kelangsungan hidup dan perjalananmu dan yang menarik sekaligus membuat depresi adalah di Unless Sea, uang bukanlah komoditas yang mudah untuk didapatkan. Kamu akan berlayar mencari pulau-pulau baru, mendapatkan laporan tentang pulau itu dan kembali ke Fallen London untuk mendapatkan sedikit uang dan fuel/supply gratis sebagai upah dari jasamu.
Membosankan? Tidak, dunia lautan zee cukup luas dan dengan desain pulau-pulau yang menarik dan berbeda satu sama lain berhasil membuat rasa penasaran saya seperti tak terobati.

Welcome to the Fallen London!

 Lampu sorot pada kapal adalah satu-satunya "teman".

Desain pulau yang menarik cukup mengurangi rasa depresi.

Jika fuel/supply menipis, jangan segan untuk berlabuh di pulau baru, walaupun sebagian pulau sama sekali tidak menjual komoditas yang sangat kita perlukan.

Tidak ingin melawan monster? Cukup matikan lampu, jaga jarak dan menjauh, kamu akan selamat.

Semakin kuat musuh yang berhasil kamu tenggelamkan, semakin berharga pula item yang akan kamu dapatkan.

Satu-satunya pulau yang memiliki cahaya matahari.

Pemandangan yang akan semakin terasa akrab.

Holly #$%@ !

Untuk ukuran developer indie, Failbetter Games terbilang cukup sukses dengan Unless Sea-nya. Game bertema adventure dengan nuansa kelam, misterius, penuh teror dan menyisipkan monster mitologi membuat game ini patut untuk di mainkan. Bagaimana dengan anda? Sudah siap untuk menguak semua misteri yang ada di lautan tanpa surya ini?

Sabtu, 29 Agustus 2015

Review Assassin's Creed: Rogue - Kisah Sang Pembelot

Assassin's Creed, salah satu franchise andalan Ubisoft ini bisa dikatakan rajin mengeluarkan seri-seri terbaru tiap tahunnya. Untuk tahun 2014 Ubisoft merilis 2 judul sekaligus yakni Assassin's Creed: Unity dan Assassin's Creed: Rogue. Kedua game tersebut memiliki plot cerita dan kualitas grafis yang berbeda. Untuk  judul Assassin's Creed: Unity bercerita seputar Revolusi Perancis dan di fokuskan untuk konsol next gen, sedangkan Assassin's Creed: Rogue memiliki pendekatan cerita yang bisa dikatakan  berbeda dengan seri-seri AC sebelumnya, konflik dalam tubuh Assassin itu sendiri. Dari segi grafis, AC: Rogue tidak adil bila dibandingkan dengan "saudara kembarnya" AC: Unity. Memang, AC: Rogue diproduksi untuk konsol game generasi sebelumnya. So, that's good news bagi gamer PS3, XBOX 360 dan PC (low-mid).

 Tanpa eagle vision, Cormac akan sulit mengetahui keberadaan assassin yang bersembunyi.

Dalam seri-seri AC terdapat plot klasik yakni para Assassin yang memburu para Templar guna mencegah mereka untuk menguasai dunia. Apakah Templar itu memang sepenuhnya jahat? Pertanyaan tersebut segera terjawab di AC: Rogue, adalah Shay Patrick Cormac seorang aset bertalenta assassin yang akhirnya membelot dan bergabung bersama templar. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Cormac memutuskan bergabung bersama Templar? Dan lagi-lagi semua tanda tanya itu segera terjawab setelah kamu memainkan Assassin's Creed: Rogue. :)

 Menjelajahi dinginnya kutub utara, ganasnya ombak dan brutalnya frigate musuh. "Full sail I say! Full sail!!"

Setelah suksesnya seri Assassin's Creed IV: Black Flag, sepertinya Ubisoft enggan meninggalkan konsep "bajak laut" begitu saja pada game terbarunya. Ya! Di Assassin's Creed: Rogue, kamu akan bisa menjelajah lautan, merompak kapal musuh, membangun armada lewat misi Naval Campaign dan tentu saja berburu ikan hiu ataupun ikan paus bersama Morrigan, kapal milik Cormac. Yang menarik dari seri ini adalah setting yang diambil adalah di daerah Eropa Utara yang terkenal sangat dingin. Cormac tidak akan bisa menyelam mencari chest seperti yang dilakukan Kenway di AC IV: Black Flag. That is make sense, mengingat suhu lautan kutub sangat berbeda dengan suhu lautan tropis.

 Gundukan es yang membeku juga berguna ketika Morrigan berhadapan dengan kapal-kapal kelas gunboat atau schooner. Cukup tembak es beku tersebut and see what happens. :)

Pertempuran laut yang epic, teriakan sang kapten Cormac dan para kru-nya merupakan "bumbu" yang membuat game ini menjadi sangat adiktif. Masih seperti seri AC IV: Black Flag, Morrigan juga bisa di upgrade mulai dari daya tahan terhadap serangan meriam musuh, daya hancur mortar dan meriam, fire barrel dan harpoons, tentu saja untuk berburu ikan yang lebih ganas.

 Pertempuran laut yang seru. Shoot the Frigate ship, why not?

With fully upgrades and good strategy, Morrigan become unbeaten ship in the AC: Rogue world!

 Pemandangan kota London abad 18.

Tak hanya dilautan, AC: Rogue juga menyuguhkan beragam qust mission seperti melindungi tokoh templar dari serangan para assassin yang datang secara tiba-tiba. Beragam collectible yang tersebar, membuat gamer betah berjam-jam di depan layar monitor hanya untuk mengumpulkan chest, shanty (lagu untuk kru kapal), relic, peta harta karun dan masih banyak lagi.
What the *%$# !

Memang yang selalu menarik dari franchise Assassin's Creed adalah di segi cerita. AC: Rogue merupakan penghubung antara AC III dengan AC IV: Black Flag. So, masuk akal jika Haytham Kenway hadir lagi pada seri ini. Dengan kualitas grafis dan gameplay yang tidak begitu berbeda dengan AC IV: Black Flag, memang AC: Rogue masih kalah dibanding saudaranya AC: Unity. Tapi dengan racikan plot cerita yang berbeda dari biasanya ini menjadikan AC: Rogue memiliki nilai jual tersendiri. Bagaimana dengan anda? Apakah sudah bosan memburu templar?